DPR Papua Tengah dan DPD RI Gelar Hearing dengan Pengungsi: Suara dari Tanah Penderitaan, Seruan Hentikan Kekerasan dan Tarik Pasukan Non-Organik

Nabire,  Humas DPR PT Pimpinan DPR Papua Tengah bersama Panitia Khusus (Pansus) Kemanusiaan DPR Papua Tengah dan anggota DPD RI, Yoris Raweyai, menggelar hearing dialog kemanusiaan bersama para pengungsi dari Intan Jaya dan sejumlah daerah konflik lainnya di Papua Tengah. Pertemuan yang berlangsung di Nabire itu menjadi ruang terbuka bagi pengungsi dan tokoh masyarakat untuk menyampaikan langsung penderitaan dan harapan mereka akan kedamaian.

 

Tokoh masyarakat Agus Zonggonau dan Leo, warga Intan Jaya, menuntut agar pemerintah menarik pasukan non-organik dari daerah konflik dan mengembalikan pendekatan kemanusiaan.

 

“Berhenti bunuh manusia Papua. Tarik militer dari Intan Jaya. Masyarakat tidak butuh senjata, mereka butuh keamanan untuk bisa berkebun dan sekolah, kami harus hidup aman di tanah kami” ujar Leo, disela sela diskusi, hearing bersama anggota DPD RI dan DPD RI di Aula RRI Nabire, selasa (14/10/2025).

 

“Tanah Kaya, Hidup dalam Penderitaan”

 

Dalam suasana haru, Senator asal Papua Tengah Lisa Tabuni,  menuturkan panjangnya penderitaan masyarakat Papua di tanah yang kaya sumber daya alam. Ia juga menceriterakan pengalaman masa kecilnya saat di Puncak Jaya, saat kontek tembak antara TPNPB dan TNI mengakibatkan anak sekolah ketakutan untuk pergi ke sekolah, ibu ibu tidak berjualan di pasar, bapak bapak taku masuk ke hutan untuk berkebun. 

 

“Tanah kami kaya, tapi kami hidup dalam penderitaan yang panjang. Kami orang asli Papua selalu disebut miskin, padahal yang menikmati kekayaan alam kami adalah orang lain,” ujar Lis.

 

Lis menegaskan bahwa kehadiran militer dalam jumlah besar justru menambah trauma masyarakat di kampung-kampung.

 

“Pendropan militer terlalu banyak. Cukup dengan aparat organik saja. Pos-pos militer bukan solusi, malah membuat orang Papua takut,” tegasnya.

 

Ia menambahkan, tanpa keamanan dan kedamaian, tak mungkin ada pembangunan di Papua. “Anak-anak tidak sekolah, ibu tidak berkebun, bapak tidak bisa masuk hutan. Kalau begini terus, rakyat tidak akan sejahtera,” tambahnya.

 

DPD RI: Negara Wajib Bertanggung Jawab atas Pengungsi

 

Anggota DPD RI Yoris Raweyai dalam tanggapannya menyatakan bahwa seluruh persoalan pengungsi adalah tanggung jawab negara. Ia menilai pemerintah seolah melepaskan tangan dari penderitaan warga yang mengungsi akibat konflik.

 

“Kita menafsirkan pengungsi akibat bencana, padahal ini karena konflik antara negara dan kelompok bersenjata. Kalau mereka mengungsi, negara wajib bertanggung jawab,” tegas Yoris.

Yoris juga mengungkap bahwa dirinya telah beberapa kali mengunjungi pengungsi di Wamena, Timika, dan Nabire untuk mendengar langsung keluhan mereka. “Mereka hidup dalam ketakutan, bergantung pada bantuan sukarela. Pemerintah harus hadir, bukan diam,” ujarnya.

 

Ia juga menyoroti banyaknya pasukan non-organik yang dikirim ke Papua tanpa kejelasan efektivitasnya.

 

“Kalau jumlah aparat besar, kenapa masih banyak rakyat mengungsi? Kita harus pertanyakan strategi keamanan ini,” kata Yoris.

 

Menurutnya, persoalan di Papua tak akan selesai jika para pemimpin tidak bersatu. “Kita ini satu bangsa. Kalau kita tidak solid, kita akan mudah dipengaruhi. Mari bentuk solidaritas untuk rakyat,” ujarnya.

 

Suara dari Lapangan: Rakyat Ingin Pulang dan Hidup Damai

 

Ketua Pansus Kemanusiaan DPRK Kabupaten Intan Jaya Bartolomius Mirip menegaskan pentingnya empati pejabat terhadap penderitaan rakyat.

 

“Rakyat menderita, mereka perlu didengar. Pemimpin harus turun ke lapangan, bermalam bersama rakyat, dengarkan mereka. Jangan hanya rapat di kota,” katanya.

 

Sementara itu, Wakil Ketua DPR Papua Tengah John N.R Gobai, , mengingatkan bahwa selama 20 tahun terakhir masyarakat di wilayah konflik hidup dalam trauma dan ketakutan.

 

“Dari 2006 sampai 2026, mereka hidup di Nabire karena trauma. Mereka ingin pulang, tapi belum ada jaminan keamanan,” katanya.

 

Gobai mengatakan, hearing ini digelar untuk mendapatkan masukan tentang kondisi real tentang konflik dan warga yang mengungsi.

 

“Kalau sudah mendapatkan masukan maka aspirasi ini yang akan disampaikan Pimpinan DPR RI di Jakarta untuk pihak pihak terkait agar mereka bisa mencari jalan keluar dari konflik kepanjangan ini,”katanya. 

 

Seruan Akhir: Satu Hati untuk Damai Papua

 

Menutup dialog, Lis Tabuni kembali menyerukan agar semua elemen di Papua bersatu mencari jalan keluar.

 

“Kita harus duduk bersama, buang ego kelompok, pikirkan bagaimana daerah kita lepas dari kekerasan. Kita mau hidup damai dan penuh suka cita,” katanya penuh harap.

 

Hearing dialog tersebut menegaskan satu pesan besar dari para pengungsi dan tokoh masyarakat Papua Tengah: stop kekerasan, tarik pasukan non-organik, dan pulihkan kemanusiaan di Tanah Papua.

Comments

Leave a Comment

Your email address will not be published.